Friday 24 February 2017

INTERDEPENDENSI di BIDANG HUKUM



INTERDEPENDENSI DI BIDANG HUKUM

I.            Pengertian Interdependensi
Teori Interdependensi atau saling ketergantungan merupakan sebuah teori yang lahir dari perspektif liberalis. Dimana saling ketergantungan disebabkan oleh kerjasama yang saling dilakukan oleh dua negara atau lebih. Dalam bukunya, Yanuar Ikbar menjelaskan bahwa interdependensi merupakan saling ketergantungan yang mempertemukan kekurangan dari masing-masing negara melalui keunggulan komparatif masyarakat (Yanuar Ikbar : 2007). Pemahaman tersebut berdasarkan pemikiran dari Robert O. Keohane dan Joseph S. Nye. Penjelasan tersebut bisa menjadi landasan bagi penelitian mengenai kerjasama bilateral kedua negara.
Dalam perkembangan hubungan internasional , muncul  isu interdependency yang secara harfiah diartikan sebagai hubungan saling ketergantungan. Isu tersebut semakin berkembang sejalan dengan makin banyaknya negara modern dan aktor-aktor hubungan internasional baru yang melakukan interaksi dengan negara lain dalam rangka mencapai kepentingannya masing-masing.
Interdependensi secara harfiah merupakan perwujudan manusia (negara) sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan dari manusia lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, maka ia akan berinteraksi sesamanya. Negara, seperti halnya manusia, dengan segala kelebihan dan kekurangannya melakukan interaksi dengan negara lain. Intensitas interaksi itulah yang kemudian memunculkan interdependensi (ketergantungan) asing.

II.            Pengertian Interdependensi di Bidang Hukum
Adapun interdependensi di bidang hukum adalah adanya hubungan saling ketergantungan antara hukum satu negara dengan negara lain atau saling keterkaitan antara hukum nasional dengan hukum Internasional.
Dikatakan adanya saling ketergantungan hukum karena antara bidang-bidang hukum yang satu dengan lainnya tampak saling terkait dengan erat. Keterkaitan tersebut dapat ditunjukkan pada beberapa bidang hukum yang merupakan pencabangan dari bidang-bidang hukum yang lebih luas. Misalnya, hukum ekonomi internasional menumbuhkan bidang-bidang hukum yang lebih bersifat spesifik, seperti hukum internasional tentang alih teknologi, hukum internasional tentang hak atas kekayaan intelektual, hukum moneter internasional; hukum lingkungan internasional menumbuhkan bidang hukum pencemaran laut, udara, dan lain-lain; hukum internasional tentang hak asasi manusia rnenumbuhkan bidang hukum humaniter internasional, hukum tentang pengungsi internasional; Selain dari pada itu, antara satu dengan lainnya juga terkait dengan erat. Misalnya, hukum ekonomi internasional dengan berbagai cabangnya berkaitan erat dengan hukum internasional tentang hak asasi manusia maupun dengan hukum internasional tentang lingkungan hidup.
Demikianlah hubungan antara satu dengan lainnya itu tampak tidak dapat dipisahkan lagi. Semua itu terjadi karena arah dan tujuan masyarakat internasional pada saat sekarang maupun pada yang akan datang adalah mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Setiap masalah selalu terkait dengan masalah lain, dan tentu saja hukum yang mengatur masalah tersebut juga akan selalu terkait antara bidang hukum yang satu dengan lainnya.

III.            Keterkaitan Hukum Nasional dengan Hukum Internasional
Menurut teori Dualisme, hukum internasional dan hukum nasional, merupakan dua sistem hukum yang secara keseluruhan berbeda. Hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang terpisah, tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Berlakunya hukum internasional dalam lingkungan hukum nasional memerlukan ratifikasi menjadi hukum nasional. Kalau ada pertentangan antar keduanya, maka yang diutamakan adalah hukum nasional suatu negara.
Sedangkan menurut teori Monoisme, hukum internasional dan hukum nasional saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monoisme, hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional. (Burhan Tsani, 1990; 26)
Berangkat dari pentingnya hubungan lintas negara disegala sektor kehidupan seperti politik, sosial, ekonomi dan lain sebagainya, maka sangat diperlukan hukum yang diharap bisa menuntaskan segala masalah yang timbul dari hubungan antar negara. Hukum Internasional ialah sekumpulan kaedah hukum wajib yang mengatur hubungan antara person hukum internasional (Negara dan Organisasi Internasional), menentukan hak dan kewajiban badan tersebut serta membatasi hubungan yang terjadi antara person hukum tersebut dengan masyarakat sipil.
Oleh karena itu hukum internasional adalah hukum masyarakat internasional yang mengatur segala hubungan yang terjalin dari person hukum internasional serta hubungannya dengan masyarakat sipil. Hukum internasional mempunyai beberapa segi penting seperti prinsip kesepakatan bersama (principle of mutual consent), prinsip timbal balik (priniple of reciprocity), prinsip komunikasi bebas (principle of free communication), prinsip tidak diganggu gugat (principle of inciolability), prinsip layak dan umum (principle of reasonable and normal), prinsip eksteritorial (principle of exterritoriality), dan prinsip-prinsip lain yang penting bagi hubungan diplomatik antarnegara.
Maka hukum internasional memberikan implikasi hukum bagi para pelanggarnya, yang dimaksud implikasi disini ialah tanggung jawab secara internasional yang disebabkan oleh tindakan-tindakan yang dilakukan sesuatu negara atau organisasi internasional dalam melakukan segala tugas-tugasnya sebagai person hukum internasional. Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan unsur-unsur terpenting dari hukum internasional;
(a)  Objek dari hukum internasional ialah badan hukum internasional yaitu negara dan organisasi internasional,
(b) Hubungan yang terjalin antara badan hukum internasional adalah hubungan internasional dalam artian bukan dalam scope wilayah tertentu, ia merupakan hubungan luar negeri yang melewati batas teritorial atau geografis negara, berlainan dengan hukum negara yang hanya mengatur hubungan dalam negeri dan
 (c) Kaedah hukum internasional ialah kaedah wajib, seperti layaknya semua kaedah hukum, dan ini yang membedakan antara hukum internasional dengan kaedah internasional yang berlaku dinegara tanpa memiliki sifat wajib seperti life service dan adat kebiasaan internasional.
Jika hukum nasional ialah hukum yang terapkan dalam teritorial sesuatu negara dalam mengatur segala urusan dalam negeri dan juga dalam menghadapi penduduk yang berdomisili didalamnya, maka hukum internasional ialah hukum yang mengatur aspek negara dalam hubungannya dengan negara lain.
Hukum Internasional ada untuk mengatur segala hubungan internasional demi berlangsungnya kehidupan internasional yang terlepas dari segala bentuk tindakan yang merugikan negara lain. Oleh sebab itu negara yang melakukan tindakan yang dapat merugikan negara lain atau dalam artian melanggar kesepakatan bersama akan dikenai implikasi hukum, jadi sebuah negara harus bertanggung jawab atas segala tindakan yang telah dilakukannya.
Pengertian tanggung jawab internasional itu sendiri itu adalah peraturan hukum dimana hukum internasional mewajibkan kepada person hukum internasional pelaku tindakan yang melanggar kewajiban-kewajiban internasional yang menyebabkan kerugian pada person hukum internasional lainnya untuk melakukan kompensasi.

IV.            Contoh Interdependensi di Bidang Hukum
1.       Dalam rangka meningkatkan hubungan kerja sama pemberantasan tindak pidana pencucian uang antara Pusat pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dengan Korea Financial Intelligence Unit (KoFIU), kerja sama yang dilakukan oleh kedua negara a.l: Kunjungan studi visit ke lembaga tersebut ke Korea dengan tujuan mempelajari Sistem Financial Investigation Unit (FIU), Mekanisme Non Bank Reporting, serta Penerapan Teknologi Informasi sudah dilaksanakan pada tanggal 10 – 15 Juni 2007, di Seoul. Lembaga pemberantasan korupsi kedua negara (KPK dan KICAC) juga telah mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan kemajuan upaya pemberantasan korupsi serta meningkatkan kerja sama untuk memperkuat dan meningkatkan kapasitas kedua institusi dalam pengembangan sistem dan strategi pemberantasan korupsi pada tanggal 22 – 24 Mei 2007.
2.      Perjanjian ekstradisi Indonesia Malaysia pada tahun 1974. Dimana ekstradisi adalah sebuah proses formal dimana seorang tersangka criminal ditahan oleh suatu pemerintah diserahkan kepada pemerintahan lain untuk menjalani persidangan atau tersangka tersebut sudah disidang dan ditemukan bersalah, menjalani hukumnya. Untuk mengembangkan kerjasama yang efektif dalam penegakan hukum dan pelaksanaan peradilan, perlu diadakan kerjasama dengan Negara tetangga, agar orang yang dicari atau yang telah dipidana dan melarikan diri ke luar negeri tidak dapat meloloskan diri dari hukuman yang seharusnya diterima. Contohnya kasus gayus tambunan, kasus wakalpolri Adang Darajatun tersangka kasus dugaan suap dalam pemilihan deputi gubernur senior Bank Indonesia pada 2004 yang dimenangkan Miranda Goeltom, melarikan diri ke Singapura, dan ke Kamboja dan Thailand.
3.      Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Negara lain ataupun Warga Negara Asing (WNA) yang berada di Indonesia mendapat perlindungan hukum dari masing-masing Negara yang terdapat pada perjanjian internasional dimana memerlukan instrumen nasional pada pelaksanaannya melalui aturan yang dikeluarkan oleh badan legislatif  Negara.
4.      Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (Bahasa Inggris:United Nations Convention on the Law of the Sea) disingkat (UNCLOS). Hukum kebiasaan yang berlaku di laut, seperti tentang hak lintas damai bagi kapal – kapal asing di laut teritorial Indonesia diakui dan diterapkan oleh Indonesia serta dihormati pula oleh kapal – kapal asing, terutama sekali setelah Indonesia memperoleh kemerdekaan.
5.      Hukum perdagangan internasional  adalah sekumpulan aturan yang mengatur hubungan-  hubungan komersial yang sifatnya hukum perdata. Aturan-aturan tersebut  mengatur  transaksi-transaksi yang berbeda negara.
6.  Hukum HAM Internasional yang telah di ratifikasi. Ratifikasi adalah pengadopsian konvensi/ kesepakatan hukum internasional ke dalam sistem hukum suatu negara. Contohnya : Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan – Convention on the Elmination of Discrimination againts Women  telah diratifikasi dengan UU No. 7 tahun 1984, Konvensi Hak Anak – Convention on the Rights of the Child telah diratifikasi dengan Kepres 36 tahun 1990.


DAFTAR PUSTAKA

Ikbar,Yanuar. 2007. Ekonomi, Hukum, dan Politik. Bandung: PT.Revika Aditama
Tsani, Burhan. 1990. Hukum dan Hubungan Internasional. Yogyakarta : Liberty

No comments:

Post a Comment